Minggu, 20 Maret 2016



Inilah kisah terakhir yang dapat saya sajikan mengenai pelaziman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam  terhadap susu kambing ini. Sebenarnya kisah ini tidak dialami langsung oleh Rasulullah sendiri tapi orang lain. Kisah ini saya sajikan sebagai tambahan atau bonus dari serangkaian kisah  pengonsumsian susu kambing yang memang sepertinya sudah sangat lazim. Kisah ini terjadi di masa kekhalifahan Amirul Mukminin `Umar ibn Khatab dan sudah sangat mahsyur. Jika Anda mempunyai seorang balita atau anak di usia-usia SD dan sering membelikan buku atau video tentang kisah-kisah Islam, mungkin kisah ini termasuk didalamnya karena memang kisah ini sangat terkenal.

Khalifah `Umar ibn Khatab sendiri adalah khalifah yang pertama kali mendapat gelar Amirul Mukminin. Sejak kecil di masa Jahiliyah dia sudah ditempa dengan kehidupan yang keras penuh tanggung jawab oleh ayahnya, Al-Khatab, dengan membawanya ke dunia gembala. Bahkan dia juga mengembala kambing dan unta dari beberapa bibinya dari Bani Makhzum. Semua itu membuat `Umar ibn Khatab mewarisi pelbagai sifat positif pada dirinya seperti sifat tegar menanggung beban dan berani menghadapi sesuatu. Postur tubuhnya yang tinggi besar (seolah-olah ia sedang mengendarai kendaraan karena saking tingginya), tubuhnya kuat dan tidak lemah. Kalau berjalan, jalannya cepat, kalau berbicara, omongannya didengar dan kalau memukul, pukulannya menyakitkan.  Sejak muda, dia sudah terampil dalam berbagai bidang olahraga. Ia terampil bermain gulat dan pandai menunggang kuda. Umar juga terkenal sebagai orang yang pandai, cerdas, bijaksana, bicaranya fasih, pendapatnya baik, kuat, penyantun, terpandang, argumentasinya kokoh dan bicaranya jelas. Karena kelebihan-kelebihan yang dimilikanya itu, tidak heran jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun mendo'akan kebaikan baginya, " Ya Allah, muliakanlah/kokohkanlah Islam dengan orang yang paling Engkau cintai dari kedua orang ini: dengan Abu Jahal bin Hisyam atau dengan Umar bin Al-Khatab." (HR. At-Tirmidzi). Dan ternyata Umar lah yang mendapat cahaya Islam itu. Karena pada masa-masa awal datangnya Islam, agama ini masih sangat lemah dan sangat membutuhkan orang-orang seperti Umar ini agar mental umat Islam pada waktu itu semakin kuat dan kokoh.

Sifat-sifat tersebut terus melekat dalam diri Umar sampai masa kenabian Rasulullah bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, terutama sifat keras dan tegas. Saat Abu Bakar sakit dan merasa hidupnya tidak lama lagi, Abu Bakar meminta pendapat dari para sahabat perihal pilihannya terhadap Umar untuk meneruskan tampuk kekhalifahan, setelah sebelumnya para sahabat menyerahkan kembali persoalan ini kepada Abu Bakar. Pada umumnya, mereka memiliki persepsi yang sama terhadap Umar, kecuali Thalhah bin Abdullah. Thalhah khawatir terhadap sikap Umar yang terkenal keras dan kasar.

Lalu Abu Bakar meminta Thalhah untuk duduk disampingnya, lalu mengatakan, "Apakah karena Allah kalian takut kepada saya? Sungguh merugi orang yang memimpin kalian dengan zalim alias sewenang-wenang.  Aku pernah berdo'a kepada Allah, "Ya Allah, aku telah mengangkat orang terbaik dari hamba-Mu sebagai penggantiku untuk memimpin mereka, maka jelaskanlah kepada mereka mengenai penyebab kekerasan dan kekasaran sifat Umar!" Selanjutnya Abu Bakar mengatakan, "Umar bersikap demikian karena melihatku bersikap terlalu lemah. Sekiranya dia telah menjabat sebagai khalifah, niscaya dia akan  meninggalkan banyak dari sifatnya itu." Dan ternyata firasat Abu Bakar itu tepat, Umar sangat ditakuti musuh karena sifat kerasnya ini akan tetapi disisi lain dia bersikap lemah lembut dihadapan rakyatnya. Umar sangat memerhatikan keadaan kaum wanita di tengah-tengah masyarakat, khususnya yang sudah lanjut usia dan juga memperhatikan hak-hak para janda.

Sejarawan menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas'ud pernah menjabat sebagai pemimpin patroli/ronda pada masa pemerintahan Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Umar, ia sendiri yang langsung memimpin patroli/ronda di malam hari. Dalam melakukan tugas ini, Umar biasanya ditemani Aslam, maula Umar. Terkadang ditemani Abdurrahman bin 'Auf. Hal ini sangat membantu Umar untuk mengetahui kondisi riil masyarakat. Di Madinah -yang saat itu menjadi ibukota dan pusat pemerintahan negara Islam- Umar biasa menelusuri lorong-lorong kota di tengah malam untuk mengetahui kondisi riil rakyat yang dipimpinnya, dan untuk mendengar langsung apa-apa yang menjadi keluhan mereka.

Dirawikan dari Aslam, maula Umar, ia bercerita, "Ketika saya bersama Umar melakukan patroli/ronda di Madinah, ia merasa kelelahan, lalu ia bersandar di sebuah dinding rumah di tengah kegelapan malam. Dari dalam rumah terdengar suara seorang wanita yang mengatakan kepada putrinya, "Wahai putriku, bangunlah! Campurlah susu ini dengan air!" Putrinya menjawab, "Wahai ibuku, apakah ibu belum tahu kebijakan Amirul Mukminin?" "Apa kebijakan Amirul Mukminin itu?" tanya sang ibu. Putrinya menjawab, "Amirul Mukminin pernah menyuruh pembantunya untuk menyerukan, "Susu (dagangan) tidak boleh dicampur dengan air." Si ibu berkata, "Wahai putriku, bangunlah dan campurlah susu itu dengan air! Kamu sekarang berada di tempat, di mana Umar dan pembantunya tidak melihatmu." "Demi Allah, aku bukanlah orang yang mematuhi dia di tempat ramai dan mendurhakai dia di tempat sepi," kata putrinya. Umar mendengar semua percakapan antara ibu dan anak ini. "Hai Aslam, tandailah rumah dan lokasi ini!" kata Umar. Lalu Umar melanjutkan ronda sampai pagi.

Pagi harinya, Umar mengatakan  kepada saya, "Hai Aslam, pergilah ke lokasi rumah yang tadi malam! Selidikilah siapa kedua wanita itu, apakah mereka bersuami?" Saya lalu mendatangi lokasi rumah itu. Setelah kuselidiki, ternyata putri wanita itu masih gadis dan belum bersuami. Saya menemui Umar dan menyampaikan kabar ini kepadanya. Umar lalu memanggil dan mengumpulkan putra-putranya. Kepada mereka Umar mengatakan, "Adakah diantara kalian yang masih membutuhkan istri? Seandainya ayah kalian masih berhasrat memiliki seorang istri, maka tidak seorangpun diantara kalian yang dapat mengunggulinya untuk mendapatkan gadis itu." "Aku sudah punya istri," kata Abdullah. "Aku juga sudah punya istri," kata Abdurrahman. "Aku belum punya istri, maka nikahkanlah gadis itu dengan saya!" kata 'Ashim. Umar lalu menikahkan gadis itu dengan 'Ashim. Dari pernikahan ini, 'Ashim dikaruniai seorang anak perempuan dan anak perempuan itu melahirkan seorang anak perempuan, lalu anak perempuan itu melahirkan Umar bin Abdul Aziz." (Ibnu Al-Jauzi, Manaqib Amir Al-Mukminin, hal. 89-90)

Ibnu Abd Al-Hadi mengatakan, " Sebagian sejarawan berpendapat demikian. Menurut hemat saya, riwayat ini tidak benar. Yang benar, dari perkawinan itu, 'Ashim dikaruniai seorang anak perempuan, lalu anak perempuan itu melahirkan Umar bin Abdul Aziz." (Mahdh Ash-Shawab, 1/391). Wallahu a'lam

Begitulah kisah seorang gadis pemerah susu kambing yang terekam dalam sejarah akan kejujurannya. Kejujurannya ini membuat Umar ibn Khatab terharu dan menjadikannya sebagai istri untuk salah satu anaknya. Dan ketajaman firasat Umar memang terbukti dengan lahirnya seorang keturunan dari perempuan itu seorang khalifah yang tidak jauh berbeda dari sifat Umar sendiri, yakni Umar bin Abdul Aziz. Wallahu a'lam.



0 komentar:

Posting Komentar