Sabtu, 27 Februari 2016



Ya, seperti inilah nasib tulisan seorang ibu rumah tangga yang masih mempunyai 'seorang' balita laki-laki usia 2,5 tahun; sering macet. Ibarat jalan aspal berkedudukan rendah yang sering becek kena air hujan dan luapan selokan di kiri kanan bahu jalan bagi kendaraan bermotor; pelan-pelan khawatir ban slip karena jalan berlobang tidak rata bahkan kadang mandeg begitu saja mesin mati kelelep air luapan selokan (pengalaman pribadi :D). Ditambah dengan suasana hati yang naik turun menjadikan lanjutan kisah ini agak molor, hehe...

Tapi memang, mempunyai balita dengan usia-usia seperti saat ini  (apalagi laki-laki yang katanya lebih aktif dari balita perempuan, entahlah...) memang cukup menguras fikiran dan tenaga. Keingintahuan yang semakin meningkat diiringi daya eksplorasi yang semakin membuat saya sering-sering mengurut dada. Luapan perasaan dan emosi pun semakin memperlihatkan taji nya. Kepemilikan akan 'abi dan ibu' juga tidak jauh beda. Apalagi saya sebagai ibu yang sehari-hari selalu membersamainya, tidak ada satu kegiatan pun yang tidak memakai kata 'ibu'. Selalu ibu, sama ibu, harus ibu, tidak mau kalau tidak dengan ibu, wew... Mengharukan memang seakan-akan saya lah yang selalu dibutuhkan setiap saat  meskipun suatu saat nanti semua itu pasti akan luntur (sedih...).

Tapi jika suasana hati sedang tidak menentu, rasa capek dengan aktifitas rumah tangga lain yang tidak pernah ada jedanya (apalagi tanpa ada orang lain yg turut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah), pasti langsung senewen sendiri, "apa-apa kenapa mesti ibu,  sih...?". Karena konon katanya, seorang ibu (apalagi seorang ibu muda yang masih mempunyai sisa-sisa kejayaan dan kebebasan saat masih gadis, hehe...) yang mempunyai seabrek aktifitas rumah dan mengasuh balita yang super duper lincah hendaknya ada waktu untuk 'me time'. Ada saatnya waktu untuk sendiri tanpa ada gangguan dari si lincah, merileksasi otot-otot  dan pikiran yang tegang, menyalurkan hobi positif yang tertahan dan tertunda, tidur siang sebentar, atau bahkan hanya sekedar duduk-duduk selonjor saja. Biasanya itu hanya bisa didapatkan jika si kecil sedang terlelap, itu pun bukan 'me time' sempurna karena jika si kecil sedang terlelap pasti ada saja kerjaan rumah yang gatal ingin segera dipegang. Nah, saat-saat seperti inilah peran suami diperlukan. Untuk sementara tugas mengurus anak dialihkan ke suami, tentu dengan ridha dan pengertian suami ya, karena suami pasti juga sudah terlalu capek dengan urusan di kantornya. Kerja sama dan kekompakan suami istri memang harus dijaga dalam mengasuh anak agar tidak ada ketimpangan. Dan tujuan mempunyai anak juga harus jelas kan, anak bukan hanya sekedar investasi akhirat bagi kedua orang tuanya, lebih dari itu anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan. Seyogyanya mengasuh anak agar menjadi shalih-shalihah juga dipikul bersama.

Tapi meskipun begitu, mempunyai balita itu sangat menyenangkan. Selincah apapun balita tapi dia tetaplah pribadi yang polos dan apa adanya. Kemampuan indranya yang masih terbatas menjadi hiburan tersendiri. Kelucuan-kelucuan spontan tanpa rekayasa. Lihatlah saat dia lincah tengkurap, glundang-glundung diatas kasur seperti bola. Mulai saat merangkak, (maaf) pantat gembil goyang-goyang mengejar botol mineral. Sudah bisa mulai berjalan, jalan lucu mirip anak habis disunat. Jalan sudah lancar mulai bisa lari, segala perabot rumah ditabrak karena rem nya kurang pakem. Mulai bisa bicara, bahasa pelo dan bahasa planet sudah mulai keluar. Nah yang ini kadang saya sampai bengong berpikir keras, ini anak sebenarnya minta apa sih...? Jangan lupa kalau balita sedang bicara, perhatikan juga mimik mukanya yang manyun monyong seru menggemaskan. Tingkah polah yang ikut-ikutan orang dewasa disekitarnya (jujur saya masih heran dan bingung dengan tingkah baru balita saya. Kadang memainkan mainan kecil berwujud stick di mulutnya, keluar masuk mulut mirip orang yang sedang asyik merokok. Meniru siapa coba orang abinya juga tidak pernah merokok :speechless: ).

Itu pula yang dialami oleh Rasulullah terhadap dua cucu kesayangan Beliau; al-Hasan dan al-Husain. Beliau sangat mencintai kedua cucunya ini.
Al-Hasan merupakan pemimpin pertama dari Ahlul Bait. Dia lahir dari leluhur yang mulia; suci benihnya dan indah hasilnya. Dia adalah pemimpin dengan nasab yang mulia. Dia adalah cucu tersayang pertama Rasulullah yang lahir pada bulan Ramadhan tahun 3 H.
Adapun al-Husain, dia merupakan pemimpin kedua dari keturunan Ahlul Bait. Di dalam dirinya tersemat kemuliaan akhlak yang berpadu dengan kemuliaan nasab. Seorang pemimpin yang dicinta, sosok bijak dan figur yang dekat di hati setiap orang. Dialah cucu tersayang kedua Rasulullah yang lahir pada bulan Sya'ban tahun 4 H. Jeda waktu antara persalinan Fathimah yang pertama dan kehamilannya yang kedua hanya satu kali masa suci.

Abdullah bin Umar menyebutkan; Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata tentang al-hasan dan al-Husain ini:
"Keduanya adalah raihanah-ku di dunia ini."
Raihanah adalah sejenis tumbuhan yang biasa dicium karena berbau harum. Melalui sabda 'di dunia ini', Rasulullah ingin menunjukan bahwa al-Hasan dan al-Husain merupakan salah satu wangi duniawi yang dianugerahkan kepada Beliau. Artinya, Allah memuliakan Beliau -salah satunya- melalui kehadiran kedua cucunya tersebut, dan Dia menjadikan Beliau mencintai mereka. Dan, karena umumnya orang dewasa suka mencium bau wangi anak-anak dan mengecup mereka, maka keduanya pun diibaratkan raihan yang mengeluarkan aroma wangi.

Abdullah bin Umar juga menuturkan tentang kepemimpinan al-Hasan dan al-Husain bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga. Sementara ayah mereka berdua lebih baik daripada keduanya"

Riwayat Imam Ahmad dalam Musnad-nya; Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Siapa saja yang mencintai keduanya (al-Hasan dan al-Husain), berarti dia mencintaiku; dan siapa saja yang membenci keduanya, berarti dia membenciku."

Dan juga sabda Beliau:
"Husain adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari Husain. Allah akan mencintai orang yang mencintai Husain. Husain adalah salah satu cucuku (dari anak perempuanku)."

Dibawah ini ada sepenggal kisah pelaziman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan keluarga Beliau akan susu kambing yang tidak terlepas dari kecintaan Beliau terhadap keluarganya.

Kisah ketiga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama keluarganya 

Rasulullah begitu mencintai al-Hasan dan al-Husain. Jika tidak mendapati keduanya di masjid, Beliau akan mencari mereka di rumah putrinya. Meskipun kesibukan dalam mengemban risalah Islam begitu padat, Beliau tetap mengalokasikan waktunya yang sangat berharga untuk al-Hasan dan al-Husain, serta kedua orang tua mereka. Seperti itulah wujud kecintaan Beliau terhadap keluarganya. Bahkan, Beliau menyampaikan kabar gembira bahwa mereka akan tetap bersama-sama di taman Surga kelak.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya; Ali bin Abu Thalib menuturkan: Rasulullah pernah masuk ke rumahku saat aku sedang tidur lelap. Tidak lama kemudian al-Hasan atau al-Husain minta minum. Maka Rasulullah menghampiri kambing betina yang belum pernah beranak milik kami. Lalu Beliau memerah susunya, dan air susunya pun banyak keluar. Al-Hasan lalu mendekati Beliau, namun Beliau menjauhkan susu itu darinya.

Melihat itu, Fathimah bertanya: "Wahai Rasulullah, sepertinya dia -al-Husain- yang lebih engkau cintai." Beliau menyanggah: "Tidak,  tetapi dia (al-Husain) yang lebih dahulu meminta minum." Setelah itu, Beliau bersabda: "Sungguh, aku, kamu, dua anak ini dan laki-laki yang sedang terlelap itu -maksudnya Ali- akan berada di tempat yang sama pada hari Kiamat kelak."

Perpisahan keduanya dengan Rasulullah terjadi saat mereka masih anak-anak, yakni di Senin pagi tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 H.

Semoga bermanfaat...

0 komentar:

Posting Komentar