Sabtu, 13 Februari 2016



Medio Februari yang ditemani dengan gerimis hujan sehari-hari. Jadi berfikir, apakah hiponim yang terkenal di jaman SD bahwa Januari itu 'hujan sehari-hari' bisa diterapkan di musim penghujan ini mengingat bulan Januari kemarin cuaca panas masih saja terus menemani selama hampir sebulan lebih. Baru ungkapan itu -Alhamdulillah- bisa diterapkan di bulan Februari ini. Penting dibahas? Yah, anggaplah tulisan ini sebagai prolog iseng karena sudah lama tidak nulis dan abaikan saja, hehe..

Masih tentang susu. Pernah tidak berfikir, sejak kapan ya manusia itu mengonsumsi susu dan turunannya? Kalau saya sebagai orang awam yang berpengetahuan dangkal akan langsung menjawab, mungkin sejak zaman Nabi Nuh. Sejak Allah menyuruh membuat kapal dan membawa orang-orang beriman dengan binatang berpasang-pasangan, seluruh makhluk dimuka bumi ini binasa. Yang ada tinggal makhluk yang selamat di kapal Nabi Nuh. Dan mungkin saja didalam kapal itu terdapat sepasang sapi, dan dan dan wallahu a'lam, hehe... Namanya juga pemikiran orang awam yang dangkal ilmu.

Beda cerita dengan ilmuwan dengan segala kapasitas dan sarana yang dimiliki. Mereka akan melakukan riset dan mengungkap fakta yang mungkin hanya sebagai fikiran sambil lalu orang awam saja. Dan dari riset itu, konon susu sudah dikonsumsi manusia sejak 5000 tahun yang lalu.

Penelitian ini memberi bukti protein diperoleh langsung dari susu sapi, domba, dan kambing. Dadih, sebagai produk susu dikonsumsi manusia setidaknya sejak 5000 tahun lalu. Hipotesis ini diperkuat dengan bukti isotop sebelumnya pada lemak susu yang diidentifikasi pada tembikar dan peralatan masak masyarakat awal. Sampai saat ini sulit untuk menyelidiki kedua adaptasi susu dalam genetik manusia, dan sebagian bukti arkeologi sangat buruk.

Penemuan protein susu dalam gigi manusia memungkinkan ilmuwan untuk menyatukan bukti dan membandingkan sifat genetik serta perilaku budaya tertentu yang hidup ribuan tahun yang lalu. Bukti langsung adanya konsumsi susu diawetkan dalam plak gigi manusia dari Zaman Perunggu sampai sekarang.

Sering saya mendengar, susu (terutama susu kambing) sebagai sunah Rasul. Boleh saja orang beranggapan begitu karena memang Rasulullah melazimi susu kambing ini. Bahkan susu lain seperti susu unta pun demikian, apalagi dengan kondisi alam Jazirah Arab yang gersang dan banyak padang pasir (Kata 'Arab' secara etimologis berarti padang pasir, tanah gundul dan gersang, tiada air dan tumbuhnya tanaman). Mungkin juga ini menjadi alasan mengapa susu sapi tidak lazim di Arab, karena sapi biasanya diternak di tempat dengan suhu sejuk dingin.

Tidak sedikit riwayat yang mengabarkan tentang pelaziman susu ini di zaman Rasulullah. Mungkin dibawah ini ada beberapa contohnya.

Kisah pertama tentang kisah ibu susuan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam 
Tradisi permanen dilakukan di kalangan Bangsa Arab yang relatif sudah maju, mereka mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anak-anaknya, sebagai langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit yang biasa mewabah di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot-ototnya kekar dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab. Maka Abdul Muththalib mencari para wanita yang bisa menyusui Rasulullah. Dia meminta kepada seorang wanita dari Bani Sa'd bin Bakr agar menyusui beliau, yaitu Halimah bin Abu Dzu'aib, dengan didampingi suaminya, Al Harits bin Abdul Uzza, yang dijuluki Abu Kabsyah dari kabilah yang sama.
Inilah penuturan Halimah tentang berkah yang dibawa putra susuannya ini:
"Itu terjadi pada mada paceklik, tak banyak kekayaan kami yang tersisa. Aku pergi sambil naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa lagi diambil air susunya setetespun. Sepanjang malam kami tidak pernah tidur karena harus meninabobokan bayi kami yang terus-menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tidak bisa diharapkan. Kami masih tetap mengharapkan adanya pertolongan agar ada jalan keluar. Aku pun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hampir tak pernah turun dari punggungnya, sehingga kondisi keledai pun semakin lemah. Akhirnya rombongan kami tiba di Mekah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita dari rombongan kami yang ditawari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pasti menolaknya, setelah tau bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak bisa diharapkan imbalannya, sedangkan kami mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak kami susui. Kami semua berkata, 'Dia anak yatim'. Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek Beliau, karena kami tidak menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapatkan bayi yang disusuinya, kecuali aku. Ketika kami sudah siap-siap untuk kembali, suamiku berkata kepadaku, "Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi yang kau susui." "Demi Allah, akupun berharap demikian." Jawab Halimah. "Aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya."

Halimah melanjutkan perkataannya, "Aku pun menemui bayi itu dan siap membawanya. Ketika sedang menggendongnya seakan-akan aku tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain. Aku segera menghampiri hewan tungganganku, dan disaat puting susuku kusodorkan kepadanya, bayi itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku sendir juga bisa menyedot air susu sepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduanya tertidur pulas. Padahal sebelum itu, kami tidak pernah tidur sekejap pun karena mengurus bayi kami. Suamiku menghampiri untanya yang sudah tua. Ternyata air susunya menjadi penuh. Maka kami pun memerahnya. Suamiku bisa minum air susu unta kami, begitu pula aku, hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.
"Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah," kata suamiku pada esok harinya.
"Demi Allah, aku pun berharap yang demikian itu," kataku.

Halimah melanjutkan penuturannya, "Kemudian kami pun bersiap-siap pergi dan aku bergegas menunggang keledaiku. Semua bawaan kami juga kunaikan bersamaku di atas punggungnya. Demi Allah, setelah kami menempuh perjalanan sekian jauh, tentulah keledai-keledai mereka tidak akan mampu membawa beban seperti yang aku bebankan di atas punggung keledaiku. Sehingga teman-temanku berkata kepadaku, "Wahai putri Abu Dzu'aib, celakalah engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang pernah kau bawa bersama kita dulu?"
"Demi Allah, itu benar. Ini adalah keledaiku yang dulu, " kataku.
"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah kuat, " kata mereka.

Kami pun tiba di tempat tinggal kami di daerah Bani Sa'd. Aku pun tidak pernah melihat sepetak tanah pun milik kami yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami menyongsong kedatangan kami dalan keadaan kenyang dan air susunya juga penuh berisi, sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang memerah susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau hanya setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes. Kami senantiasa mendapatkan  banyak berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami tersebut. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh dengan sehat, tidak seperti bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh pesat.

Hingga kami membawanya kembali kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada bersama kami, karena kami bisa merasakan berkahnya. Kami pun menyampaikan niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepadanya, "Andaikan saja engkau mau membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga besar. Karena aku khawatir dia terserang penyakit yang biasa mewabah di Makkah." Kami terus merajuk kepada ibunya supaya dia berkenan mengembalikan anak itu tinggal bersama kami.

Begitulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tinggal ditengah Bani Sa'd, hingga saat Beliau berumur empat atau lima tahun, terjadi pembelahan dada Beliau oleh Jibril. Pasca peristiwa pembelahan dada itu, Halimah merasa sangat khawatir terhadap keselamatan Muhammad, hingga akhirnya dia mengembalikan beliau kepada ibunya.

Itulah kisah pertama tentang susu kambing (dan juga susu unta) di jaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Untuk kisah selanjutnya ada di post berikutnya ya.

Semoga bermanfaat. Dari berbagai sumber.








0 komentar:

Posting Komentar