Sabtu, 27 Februari 2016



Ya, seperti inilah nasib tulisan seorang ibu rumah tangga yang masih mempunyai 'seorang' balita laki-laki usia 2,5 tahun; sering macet. Ibarat jalan aspal berkedudukan rendah yang sering becek kena air hujan dan luapan selokan di kiri kanan bahu jalan bagi kendaraan bermotor; pelan-pelan khawatir ban slip karena jalan berlobang tidak rata bahkan kadang mandeg begitu saja mesin mati kelelep air luapan selokan (pengalaman pribadi :D). Ditambah dengan suasana hati yang naik turun menjadikan lanjutan kisah ini agak molor, hehe...

Tapi memang, mempunyai balita dengan usia-usia seperti saat ini  (apalagi laki-laki yang katanya lebih aktif dari balita perempuan, entahlah...) memang cukup menguras fikiran dan tenaga. Keingintahuan yang semakin meningkat diiringi daya eksplorasi yang semakin membuat saya sering-sering mengurut dada. Luapan perasaan dan emosi pun semakin memperlihatkan taji nya. Kepemilikan akan 'abi dan ibu' juga tidak jauh beda. Apalagi saya sebagai ibu yang sehari-hari selalu membersamainya, tidak ada satu kegiatan pun yang tidak memakai kata 'ibu'. Selalu ibu, sama ibu, harus ibu, tidak mau kalau tidak dengan ibu, wew... Mengharukan memang seakan-akan saya lah yang selalu dibutuhkan setiap saat  meskipun suatu saat nanti semua itu pasti akan luntur (sedih...).

Tapi jika suasana hati sedang tidak menentu, rasa capek dengan aktifitas rumah tangga lain yang tidak pernah ada jedanya (apalagi tanpa ada orang lain yg turut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah), pasti langsung senewen sendiri, "apa-apa kenapa mesti ibu,  sih...?". Karena konon katanya, seorang ibu (apalagi seorang ibu muda yang masih mempunyai sisa-sisa kejayaan dan kebebasan saat masih gadis, hehe...) yang mempunyai seabrek aktifitas rumah dan mengasuh balita yang super duper lincah hendaknya ada waktu untuk 'me time'. Ada saatnya waktu untuk sendiri tanpa ada gangguan dari si lincah, merileksasi otot-otot  dan pikiran yang tegang, menyalurkan hobi positif yang tertahan dan tertunda, tidur siang sebentar, atau bahkan hanya sekedar duduk-duduk selonjor saja. Biasanya itu hanya bisa didapatkan jika si kecil sedang terlelap, itu pun bukan 'me time' sempurna karena jika si kecil sedang terlelap pasti ada saja kerjaan rumah yang gatal ingin segera dipegang. Nah, saat-saat seperti inilah peran suami diperlukan. Untuk sementara tugas mengurus anak dialihkan ke suami, tentu dengan ridha dan pengertian suami ya, karena suami pasti juga sudah terlalu capek dengan urusan di kantornya. Kerja sama dan kekompakan suami istri memang harus dijaga dalam mengasuh anak agar tidak ada ketimpangan. Dan tujuan mempunyai anak juga harus jelas kan, anak bukan hanya sekedar investasi akhirat bagi kedua orang tuanya, lebih dari itu anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan. Seyogyanya mengasuh anak agar menjadi shalih-shalihah juga dipikul bersama.

Tapi meskipun begitu, mempunyai balita itu sangat menyenangkan. Selincah apapun balita tapi dia tetaplah pribadi yang polos dan apa adanya. Kemampuan indranya yang masih terbatas menjadi hiburan tersendiri. Kelucuan-kelucuan spontan tanpa rekayasa. Lihatlah saat dia lincah tengkurap, glundang-glundung diatas kasur seperti bola. Mulai saat merangkak, (maaf) pantat gembil goyang-goyang mengejar botol mineral. Sudah bisa mulai berjalan, jalan lucu mirip anak habis disunat. Jalan sudah lancar mulai bisa lari, segala perabot rumah ditabrak karena rem nya kurang pakem. Mulai bisa bicara, bahasa pelo dan bahasa planet sudah mulai keluar. Nah yang ini kadang saya sampai bengong berpikir keras, ini anak sebenarnya minta apa sih...? Jangan lupa kalau balita sedang bicara, perhatikan juga mimik mukanya yang manyun monyong seru menggemaskan. Tingkah polah yang ikut-ikutan orang dewasa disekitarnya (jujur saya masih heran dan bingung dengan tingkah baru balita saya. Kadang memainkan mainan kecil berwujud stick di mulutnya, keluar masuk mulut mirip orang yang sedang asyik merokok. Meniru siapa coba orang abinya juga tidak pernah merokok :speechless: ).

Itu pula yang dialami oleh Rasulullah terhadap dua cucu kesayangan Beliau; al-Hasan dan al-Husain. Beliau sangat mencintai kedua cucunya ini.
Al-Hasan merupakan pemimpin pertama dari Ahlul Bait. Dia lahir dari leluhur yang mulia; suci benihnya dan indah hasilnya. Dia adalah pemimpin dengan nasab yang mulia. Dia adalah cucu tersayang pertama Rasulullah yang lahir pada bulan Ramadhan tahun 3 H.
Adapun al-Husain, dia merupakan pemimpin kedua dari keturunan Ahlul Bait. Di dalam dirinya tersemat kemuliaan akhlak yang berpadu dengan kemuliaan nasab. Seorang pemimpin yang dicinta, sosok bijak dan figur yang dekat di hati setiap orang. Dialah cucu tersayang kedua Rasulullah yang lahir pada bulan Sya'ban tahun 4 H. Jeda waktu antara persalinan Fathimah yang pertama dan kehamilannya yang kedua hanya satu kali masa suci.

Abdullah bin Umar menyebutkan; Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata tentang al-hasan dan al-Husain ini:
"Keduanya adalah raihanah-ku di dunia ini."
Raihanah adalah sejenis tumbuhan yang biasa dicium karena berbau harum. Melalui sabda 'di dunia ini', Rasulullah ingin menunjukan bahwa al-Hasan dan al-Husain merupakan salah satu wangi duniawi yang dianugerahkan kepada Beliau. Artinya, Allah memuliakan Beliau -salah satunya- melalui kehadiran kedua cucunya tersebut, dan Dia menjadikan Beliau mencintai mereka. Dan, karena umumnya orang dewasa suka mencium bau wangi anak-anak dan mengecup mereka, maka keduanya pun diibaratkan raihan yang mengeluarkan aroma wangi.

Abdullah bin Umar juga menuturkan tentang kepemimpinan al-Hasan dan al-Husain bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga. Sementara ayah mereka berdua lebih baik daripada keduanya"

Riwayat Imam Ahmad dalam Musnad-nya; Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Siapa saja yang mencintai keduanya (al-Hasan dan al-Husain), berarti dia mencintaiku; dan siapa saja yang membenci keduanya, berarti dia membenciku."

Dan juga sabda Beliau:
"Husain adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari Husain. Allah akan mencintai orang yang mencintai Husain. Husain adalah salah satu cucuku (dari anak perempuanku)."

Dibawah ini ada sepenggal kisah pelaziman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan keluarga Beliau akan susu kambing yang tidak terlepas dari kecintaan Beliau terhadap keluarganya.

Kisah ketiga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama keluarganya 

Rasulullah begitu mencintai al-Hasan dan al-Husain. Jika tidak mendapati keduanya di masjid, Beliau akan mencari mereka di rumah putrinya. Meskipun kesibukan dalam mengemban risalah Islam begitu padat, Beliau tetap mengalokasikan waktunya yang sangat berharga untuk al-Hasan dan al-Husain, serta kedua orang tua mereka. Seperti itulah wujud kecintaan Beliau terhadap keluarganya. Bahkan, Beliau menyampaikan kabar gembira bahwa mereka akan tetap bersama-sama di taman Surga kelak.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya; Ali bin Abu Thalib menuturkan: Rasulullah pernah masuk ke rumahku saat aku sedang tidur lelap. Tidak lama kemudian al-Hasan atau al-Husain minta minum. Maka Rasulullah menghampiri kambing betina yang belum pernah beranak milik kami. Lalu Beliau memerah susunya, dan air susunya pun banyak keluar. Al-Hasan lalu mendekati Beliau, namun Beliau menjauhkan susu itu darinya.

Melihat itu, Fathimah bertanya: "Wahai Rasulullah, sepertinya dia -al-Husain- yang lebih engkau cintai." Beliau menyanggah: "Tidak,  tetapi dia (al-Husain) yang lebih dahulu meminta minum." Setelah itu, Beliau bersabda: "Sungguh, aku, kamu, dua anak ini dan laki-laki yang sedang terlelap itu -maksudnya Ali- akan berada di tempat yang sama pada hari Kiamat kelak."

Perpisahan keduanya dengan Rasulullah terjadi saat mereka masih anak-anak, yakni di Senin pagi tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 H.

Semoga bermanfaat...

Kamis, 18 Februari 2016



Masih lanjutan dari postingan sebelumnya tentang pelaziman  Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam akan susu kambing. Kisah ini terjadi saat Beliau akan melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah bersama shahabatnya; Abu Bakar ash Shiddiq

Kisah kedua saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berhijrah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 Shafar tahun 14 dari nubuwah menuju rumah sahabatnya, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, lalu berdua mereka meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah secara tergesa-gesa sebelum fajar menyingsing. Jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara adalah jalur satu-satunya, namun hal ini memungkinkan bagi Quraisy (orang-orang Quraisy mencari Beliau mati-matian) untuk menemukan Beliau. Untuk itu Beliau justru mengambil jalur yang berbeda -yang mengarah ke Yaman- dari Makkah ke arah selatan.

Beliau menempuh jalan ini sekitar lima mil hingga tiba di sebuah gunung yang disebut gunung Tsaur. Ini termasuk jalan yang menanjak, sulit dan berat, banyak bebatuan besar yang harus dilewati. Beliau tidak mengenakan alas kaki. Bagaimanapun keadaannya, yang pasti Abu Bakar sempat memapah Beliau saat sudah tiba di gunung dan mengikat badan Beliau dengan badannya hingga tiba di gua di puncak gunung. Gua itu dikenal dengan nama gua Tsaur. Setibanya di mulut gua, Abu Bakar berkata, "Demi Allah, janganlah engkau masuk ke dalamnya sebelum aku masuk terlebih dahulu. Jika di dalam ada sesuatu yang tidak beres, biarlah aku yang terkena, asal tidak mengenai engkau."

Lalu Abu Bakar masuk ke dalam gua dan membersihkan kotoran yang menghalangi. Disebelahnya dia mendapatkan lubang. Dia merobek mantelnya menjadi dua bagian dan mengikatnya ke lubang itu. Robekan satu lagi dia balutkan ke kakinya. Setelah itu Abu Bakar berkata kepada Beliau, "Masuklah!" Maka Beliau pun masuk ke dalam gua, Beliau merebahkan kepala di atas pangkuan Abu Bakar dan tertidur.
Tiba-tiba Abu Bakat tersengat hewan dari lubangnya. Namun dia tidak berani bergerak karena takut akan mengganggu tidur Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam. Dengan menahan rasa sakit, air matanya menetes ke wajah beliau. "Apa yang terjadi denganmu wahai Abu Bakar? " tanya Beliau. Abu Bakar menjawab, "Demi ayah dan ibuku menjadi jaminanmu, kakiku digigit binatang." Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam meludahi bagian yang digigit sehingga hilang rasa sakitnya.

Mereka berdua bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, yaitu malam Jum'at, malam Sabtu dan malam Ahad. Jika malam hari Abdullah bin Abu Bakar selalu berada bersama mereka. Dia meninggalkan keduanya pada akhir malam dan pagi harinya menyelusup ke tengah orang-orang Quraisy untuk mengetahui kondisi di Makkah dan menyampaikannya kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga seperti orang yang tidak pernah kemana-mana. Abu Bakar juga mempunyai pembantu, Amir bin Fuhairah yang bertugas menggembala domba-dombanya. Pada petang hari dia menggembala didekat gua, sehingga mereka berdua bisa mengambil susunya untuk diminum. Amir menunggu domba-domba itu hingga akhir malam. Begitulah yang dia lakukan selama tiga malam itu. Kemudian Amir menggiring domba-dombanya mengikuti langkah kaki Abdullah bin Abu Bakar setelah meninggalkan gua menuju Makkah, untuk menghilangkan jejak kakinya.

Dari petikan kisah diatas, ada beberapa point penting yang bisa kita jadikan hikmah:

Point pertama 
Beratnya perjalanan hijrah itu. Selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy yang hendak ingin membunuhnya, perjalanan yang ditempuh pun tidaklah mudah. Beliau bersama Abu Bakar melewati jalur yang tidak biasa dilewati dan medannya pun sangat tidak mudah.

Point kedua
Kesetiaan dan keutamaan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu. Abu Bakar tahu bahwa menyertai Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berhijrah berarti nyawanya pun terancam. Tapi Abu Bakar tetap menyertai Beliau bahkan perbekalan pun sudah dipersiapkannya jauh-jauh hari. Dalam riwayat Al-bukhari disebutkan, Abu Bakar Ash-shiddiq merawat dan memberi makan dua ekor unta yang ada padanya dengan pohon samur selama empat bulan. Ia sejak awal telah menyiapkan sarana prasarana untuk hijrah, mengatur semua perbekalannya dan memperdayakan keluarganya untuk membantu Rasulullah. Pun saat perjalanan hijrah itu, Abu Bakar rela mati dan rela melakukan apa pun demi keselamatan Rasulullah dan suksesnya hijrah itu. Tidak heran jika Abu Bakar disebut didalam QS. At-Taubah: 40 karena keutamaannya ini:
"Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyirikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, " Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Point ketiga
Sifat amanah yang dipunyai oleh keluarga Abu Bakar hingga pembantunya. Mereka bersinergi bersama-sama demi suksesnya hijrah tersebut dengan sifat loyalitas yang sangat tinggi. Tapi memang, orang Arab jaman dahulu terkenal sangat anti dengan sifat khianat maka dari itu dahulu mereka sangat menjunjung suku dan kabilahnya. Mereka sangat berusaha untuk menepati janji.

Point keempat 
Point terakhir dan inilah point yang utama dari tulisan ini sebenarnya :D. Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam minum susu kambing/domba fresh tanpa proses apa pun. Sama seperti susu kambing kambing kami ini, susu kambing segar mentah yang diambil langsung dari peternak. Untuk menjaga kesegaran dan kandungan susu ini, kami masukkan ke dalam freezer yang bertahan hingga 35 hari dari hari pemerahan. Menjadikan wujud susu ini beku atau frozen.


Semoga bermanfaat dan selamat mencoba susu kambing cair murni yang dibekukan ini ya... Dari berbagai sumber.


Sabtu, 13 Februari 2016



Medio Februari yang ditemani dengan gerimis hujan sehari-hari. Jadi berfikir, apakah hiponim yang terkenal di jaman SD bahwa Januari itu 'hujan sehari-hari' bisa diterapkan di musim penghujan ini mengingat bulan Januari kemarin cuaca panas masih saja terus menemani selama hampir sebulan lebih. Baru ungkapan itu -Alhamdulillah- bisa diterapkan di bulan Februari ini. Penting dibahas? Yah, anggaplah tulisan ini sebagai prolog iseng karena sudah lama tidak nulis dan abaikan saja, hehe..

Masih tentang susu. Pernah tidak berfikir, sejak kapan ya manusia itu mengonsumsi susu dan turunannya? Kalau saya sebagai orang awam yang berpengetahuan dangkal akan langsung menjawab, mungkin sejak zaman Nabi Nuh. Sejak Allah menyuruh membuat kapal dan membawa orang-orang beriman dengan binatang berpasang-pasangan, seluruh makhluk dimuka bumi ini binasa. Yang ada tinggal makhluk yang selamat di kapal Nabi Nuh. Dan mungkin saja didalam kapal itu terdapat sepasang sapi, dan dan dan wallahu a'lam, hehe... Namanya juga pemikiran orang awam yang dangkal ilmu.

Beda cerita dengan ilmuwan dengan segala kapasitas dan sarana yang dimiliki. Mereka akan melakukan riset dan mengungkap fakta yang mungkin hanya sebagai fikiran sambil lalu orang awam saja. Dan dari riset itu, konon susu sudah dikonsumsi manusia sejak 5000 tahun yang lalu.

Penelitian ini memberi bukti protein diperoleh langsung dari susu sapi, domba, dan kambing. Dadih, sebagai produk susu dikonsumsi manusia setidaknya sejak 5000 tahun lalu. Hipotesis ini diperkuat dengan bukti isotop sebelumnya pada lemak susu yang diidentifikasi pada tembikar dan peralatan masak masyarakat awal. Sampai saat ini sulit untuk menyelidiki kedua adaptasi susu dalam genetik manusia, dan sebagian bukti arkeologi sangat buruk.

Penemuan protein susu dalam gigi manusia memungkinkan ilmuwan untuk menyatukan bukti dan membandingkan sifat genetik serta perilaku budaya tertentu yang hidup ribuan tahun yang lalu. Bukti langsung adanya konsumsi susu diawetkan dalam plak gigi manusia dari Zaman Perunggu sampai sekarang.

Sering saya mendengar, susu (terutama susu kambing) sebagai sunah Rasul. Boleh saja orang beranggapan begitu karena memang Rasulullah melazimi susu kambing ini. Bahkan susu lain seperti susu unta pun demikian, apalagi dengan kondisi alam Jazirah Arab yang gersang dan banyak padang pasir (Kata 'Arab' secara etimologis berarti padang pasir, tanah gundul dan gersang, tiada air dan tumbuhnya tanaman). Mungkin juga ini menjadi alasan mengapa susu sapi tidak lazim di Arab, karena sapi biasanya diternak di tempat dengan suhu sejuk dingin.

Tidak sedikit riwayat yang mengabarkan tentang pelaziman susu ini di zaman Rasulullah. Mungkin dibawah ini ada beberapa contohnya.

Kisah pertama tentang kisah ibu susuan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam 
Tradisi permanen dilakukan di kalangan Bangsa Arab yang relatif sudah maju, mereka mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anak-anaknya, sebagai langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit yang biasa mewabah di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot-ototnya kekar dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab. Maka Abdul Muththalib mencari para wanita yang bisa menyusui Rasulullah. Dia meminta kepada seorang wanita dari Bani Sa'd bin Bakr agar menyusui beliau, yaitu Halimah bin Abu Dzu'aib, dengan didampingi suaminya, Al Harits bin Abdul Uzza, yang dijuluki Abu Kabsyah dari kabilah yang sama.
Inilah penuturan Halimah tentang berkah yang dibawa putra susuannya ini:
"Itu terjadi pada mada paceklik, tak banyak kekayaan kami yang tersisa. Aku pergi sambil naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa lagi diambil air susunya setetespun. Sepanjang malam kami tidak pernah tidur karena harus meninabobokan bayi kami yang terus-menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga tidak bisa diharapkan. Kami masih tetap mengharapkan adanya pertolongan agar ada jalan keluar. Aku pun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hampir tak pernah turun dari punggungnya, sehingga kondisi keledai pun semakin lemah. Akhirnya rombongan kami tiba di Mekah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita dari rombongan kami yang ditawari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pasti menolaknya, setelah tau bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak bisa diharapkan imbalannya, sedangkan kami mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak kami susui. Kami semua berkata, 'Dia anak yatim'. Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek Beliau, karena kami tidak menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapatkan bayi yang disusuinya, kecuali aku. Ketika kami sudah siap-siap untuk kembali, suamiku berkata kepadaku, "Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi yang kau susui." "Demi Allah, akupun berharap demikian." Jawab Halimah. "Aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya."

Halimah melanjutkan perkataannya, "Aku pun menemui bayi itu dan siap membawanya. Ketika sedang menggendongnya seakan-akan aku tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain. Aku segera menghampiri hewan tungganganku, dan disaat puting susuku kusodorkan kepadanya, bayi itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku sendir juga bisa menyedot air susu sepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduanya tertidur pulas. Padahal sebelum itu, kami tidak pernah tidur sekejap pun karena mengurus bayi kami. Suamiku menghampiri untanya yang sudah tua. Ternyata air susunya menjadi penuh. Maka kami pun memerahnya. Suamiku bisa minum air susu unta kami, begitu pula aku, hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.
"Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah," kata suamiku pada esok harinya.
"Demi Allah, aku pun berharap yang demikian itu," kataku.

Halimah melanjutkan penuturannya, "Kemudian kami pun bersiap-siap pergi dan aku bergegas menunggang keledaiku. Semua bawaan kami juga kunaikan bersamaku di atas punggungnya. Demi Allah, setelah kami menempuh perjalanan sekian jauh, tentulah keledai-keledai mereka tidak akan mampu membawa beban seperti yang aku bebankan di atas punggung keledaiku. Sehingga teman-temanku berkata kepadaku, "Wahai putri Abu Dzu'aib, celakalah engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang pernah kau bawa bersama kita dulu?"
"Demi Allah, itu benar. Ini adalah keledaiku yang dulu, " kataku.
"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah kuat, " kata mereka.

Kami pun tiba di tempat tinggal kami di daerah Bani Sa'd. Aku pun tidak pernah melihat sepetak tanah pun milik kami yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami menyongsong kedatangan kami dalan keadaan kenyang dan air susunya juga penuh berisi, sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang memerah susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau hanya setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes. Kami senantiasa mendapatkan  banyak berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami tersebut. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh dengan sehat, tidak seperti bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh pesat.

Hingga kami membawanya kembali kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada bersama kami, karena kami bisa merasakan berkahnya. Kami pun menyampaikan niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepadanya, "Andaikan saja engkau mau membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga besar. Karena aku khawatir dia terserang penyakit yang biasa mewabah di Makkah." Kami terus merajuk kepada ibunya supaya dia berkenan mengembalikan anak itu tinggal bersama kami.

Begitulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tinggal ditengah Bani Sa'd, hingga saat Beliau berumur empat atau lima tahun, terjadi pembelahan dada Beliau oleh Jibril. Pasca peristiwa pembelahan dada itu, Halimah merasa sangat khawatir terhadap keselamatan Muhammad, hingga akhirnya dia mengembalikan beliau kepada ibunya.

Itulah kisah pertama tentang susu kambing (dan juga susu unta) di jaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Untuk kisah selanjutnya ada di post berikutnya ya.

Semoga bermanfaat. Dari berbagai sumber.