Seorang balita perempuan usia tiga tahun di Jatiasih Bekasi meninggal setelah minum susu cair kemasan pagi tadi. Malam sebelum kejadian balita ini diajak menonton konser dangdut didekat rumahnya oleh sang nenek. Karena mungkin balita ini kecapekan diajak menonton konser dangdut malam-malam, akhirnya balita ini rewel. Oleh sang nenek dibelikanlah susu cair kemasan agar rewelnya berhenti. Tapi ternyata susu cair ini masih sisa dan tidak langsung habis. Lalu susu cair ini disimpan oleh sang nenek. Keesokan paginya balita ini demam lalu susu cair sisa semalam itupun diminumkan. Selang 15 menit balita ini kejang dan mengeluarkan busa. Balita malang ini dilarikan ke rumah sakit tapi naas sesampai disana balita ini akhirnya meninggal. Innalilallahi wainnailaihiraji'un...
Ayah balita (seorang pekerja serabutan sedangkan sang ibu tengah mendekam di rutan karena kasus narkoba) menolak untuk dilakukan autopsi terhadap jenazah putrinya. Sang ayah sudah merelakan karena ketidaktahuan sang nenek (balita ini diasuh oleh kakek dan neneknya). Ya, sang nenek tidak tahu (atau mungkin kurang paham) jika susu cair seperti itu sangat rentan tercemar bakteri apabila kemasan sudah dibuka. Apalagi dengan kondisi balita yang sedang demam seperti itu. Akhirnya kasus ini pun ditutup.
Susu cair kemasan biasanya adalah susu segar yang diproses secara Ultra High Temperature (UHT). Susu UHT merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derjat Celcius) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Apabila kemasan susu UHT telah dibuka, maka susu tersebut harus disimpan pada refrigerator. Susu UHT harus dihindarkan dari penyimpanan pada suhu tinggi (di atas 50 derjat Celcius) karena dapat terjadi gelasi yaitu pembentukan gel akibat kerusakan protein.
Kerusakan susu UHT sangat mudah dideteksi secara visual, ciri utama yang umum terjadi adalah kemasan menggembung. Gembungnya kemasan terjadi akibat kebocoran kemasan yang memungkinkan mikroba-mikroba penbusuk tumbuh dan memfermentasi susu. Fermentasi susu oleh mikroba pembusuk menghasilkan gas CO2 yang menyebabkan gembung.
Kerusakan juga ditandai oleh timbulnya bau dan rasa yang masam. Selain menghasilkan gas, aktivitas fermentasi oleh mikroba pembusuk juga menghasilkan alkohol dan asam-asam organik yang menyebabkan susu menjadi berflavor dan beraroma masam.
Hindari mengkonsumsi susu UHT yang telah mengental. Fermentasi susu oleh bakteri pembusuk juga pembusuk juga menyebabkan koagulasi dan pemecahan protein akibat penurunan pH oleh asam-asam organic. Koagulasi dan pemecahan protein inilah yang menyebabkan tekstur susu rusak yaitu menjadi pecah dan agak kental.
Pun dengan susu kambing cair segar ini. Setelah pemerahan (maksimal 2-3 jam), susu kambing cair ini harus segera diolah atau jika tidak harus segera dimasukan ke dalam freezer agar susu tidak rusak dan kandungan tetap terjaga. Maka dari itu susu kambing cair ini berbentuk beku/frozen karena disimpan dulu di freezer. Susu kambing ini lebih bagus jika dikonsumsi mentah tanpa pemanasan terlebih dahulu. Karena jika dimasak terlebih dahulu dikhawatirkan lactobacillus-nya mati. Susu kambing cair frozen ini apabila akan dikonsumsi dicairkan terlebih dahulu dengan direndam dengan air biasa. Setelah kemasan dibuka harus langsung habis karena dikhawatirkan susu akan tercemar.
Jadi, tidak perlu khawatir untuk memberikan susu cair ke balita kita (terutama susu kambing ya, hehe...) asal ada ilmunya tentu saja. Semoga balita kita tumbuh sehat dan selalu dalam lindungan Allah, aamiin...
Selamat mengenalkan balita Anda dengan susu kambing cair ini... Semoga bermanfaat.